Masyarakat Informasi Indonesia Untuk Demokratisasi Tanpa Pertumpahan Darah Kita semua sedih & geram dengan adanya insiden selama SI MPR pada tanggal 12-13 November yang lalu. Jika kita tela'ah lebih mendalam, permasalahan ini terjadi karena kesulitan bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasinya kepada wakil rakyat yang duduk di DPR/MPR. Di lain pihak, para wakil rakyat di DPR/MPR mungkin kurang mengetahui secara jelas aspirasi yang ada di masyarakat karena informasi tersebut tidak sampai ke tangan mereka, misalnya karena adanya broker informasi sehingga hanya informasi yang ABS yang sampai ke DPR/MPR. Langkah yang di ambil para mahasiswa untuk berusaha menyampaikan-nya dengan cara mengerahkan massa mahasiswa selama SI MPR seperti yang di duga banyak orang terjadi bentrokan secara fisik karena sulitnya mengatur emosi massa & aparat di lapangan yang demikian banyak jumlahnya. Sangat di sayangkan memang korban harus berjatuhan hanya untuk menyampaikan beberapa butir aspirasi rakyat tersebut ke MPR. Bahkan isu & tuduhan makar-pun kemudian merebak .... Bayangkan jika komunikasi , interaksi & dialog antara rakyat dengan wakilnya di DPR/MPR bisa berjalan dengan lancar tanpa perlu menimbulkan korban jiwa. Bayangkan jika rakyat bisa mengekspresikan keinginannya & aspirasinya dengan mudah tanpa perlu bersusah payah mengemis untuk menghadap wakilnya di DPR/MPR bahkan harus berhadapan dengan laras senjata untuk itu. Bayangkan jika transparansi pemerintah dapat dengan mudah dilakukan oleh rakyat banyak tanpa perlu menulis di surat pembaca di koran-koran tentang ulah oknum aparat. Tentu jika ini semua dapat berjalan dengan baik maka dunia ini akan menjadi menarik & hidup kita di Indonesia akan menjadi lebih ceria. Tampaknya isu komunikasi menjadi salah satu kunci strategis untuk keberhasilan DPR/MPR dalam menjalankan fungsinya sebagai representasi bangsa Indonesia yang tertinggi. Bahkan mungkin jika komunikasi dapat dijalankan dengan lancar & mudah dengan segala lapisan masyarakat, bukan tidak mungkin system kepartaian, sistem perwakilan dalam merepresentasikan kehendak menjadi sesuatu yang kadaluarsa karena setiap individu dapat merepresentasikan dengan mudah kehendak & aspirasinya tanpa perlu adanya perwakilan maupun partai. Mungkinkah ini dilakukan? Dengan teknologi informasi & Internet hal ini sebetulnya di mungkinkan. Setahu saya Ibu Marwah Daud dari Fraksi Karya Pembangunan (FKP) sebetulnya pernah mengusahakan agar kompleks DPR/MPR di Internet dengan bantuan rekan-rekan dari IPTEKNet. Setahu saya usaha instalasi sebagian perlengkapan LAN & WAN yang dibutuhkan telah dilakukan akan tetapi tampaknya ada kendala budaya di DPR/MPR ini dalam menggunakan E-mail karena satu & lain hal. Tampaknya masalah proses budaya ini akan menjadi masalah utama bagi para wakil rakyat agar melek komputer & dapat berhubungan menggunakan fasilitas teknologi komunikasi tanpa perlu dibantu oleh sekretarisnya. Karena sebetulnya secara teknis proses dialog, interaksi & komunikasi melalui Internet sebetulnya relatif sederhana. Komunikasi Internet E-mail dengan DPR/MPR dapat dilakukan secara naluriah, setiap rakyat Indonesia dapat mengirimkan aspirasinya secara langsung & personal tanpa perlu berhadapan secara fisik. Yang lebih penting lagi adalah proses penyampaian aspirasi tidak perlu lagi memerlukan proses pendudukan gedung MPR & tidak perlu lagi berhadapan dengan aparat sehingga harus menimbulkan korban jiwa. Alangkah cantiknya jika kemudian para wakil rakyat pada komisinya masing-masing dapat berinteraksi dengan kelompok-kelompok masyarakat melalui berbagai mailing list yang ada di Internet dari berbagai bidang, baik budaya, pendidikan, teknologi, pertambangan yang saat ini telah banyak membentuk mailing list tempat mereka / masing-masing bediskusi di Internet. Misalnya di ITB saat ini telah ada 150+ mailing lists Internet tempat berdiskusi dengan 15.000+ anggota yang aktif dalam diskusi setiap hari-nya. Partisipasi dalam berbagai diskusi juga dapat dilakukan dengan mudah & bahkan tanpa dipungut biaya apapun, subscribe pada mailing list dilakukan melalui server mailing list yang ada melalui E-mail sebagai contoh di ITB dilakukan melalui majordomo@itb.ac.id. Media dialog yang transparan ini menjadi penting & menarik karena batasan waktu & ruang menjadi tidak ada, bahkan diskusi / dialog dapat di arsip untuk menjadi referensi dimasa mendatang. Beberapa inisiatif untuk memberikan fasilitas E-mail gratis bagi bangsa Indonesia telah mulai dilakukan misalnya di WasantaraNet dan TelkomNet. Kedua ISP cukup besar ini saat ini sedang melakukan ancang-ancang untuk memberikan fasilitas E-mail gratis bagi bangsa Indonesia yang antara lain dapat di akses melalui Web. TelkomNet barangkali masih lebih preliminary dibandingkan WasantaraNet dan bisa di akses melalui http://mail.telkom.net.id walaupun beberapa laporan yang masuk tampaknya masih belum reliable. WasantaraNet telah beberapa langkah mendahului beberapa rekan ISP yang lain mereka berusaha mengaktifkan Masyarakat Informasi Indonesia yang diusulkan dikenal sebagai MASIF pada http://masif.wasantara.net.id/. Pada homepage tersebut kita dapat masuk kedalam halaman-halaman untuk registrasi untuk memperoleh E-mail secara cuma-cuma tadi. Secara teknis kira-kira mirip dengan fasilitas E-mail gratis yang ada di Internet seperti hotmail.com, usa.net dll. Berbeda dengan fasilitas E-mail gratis seperti hotmail.com yang lebih di arahkan untuk usaha komersial, pada MASIF selain tentunya ada usaha komersial tetapi juga ada cita-cita / misi-misis yang lebih mulia untuk membuat fondasi bagi terbentuknya masyarakat informasi yang saling berinteraksi satu dengan lainnya & adanya rasa memiliki dari masyarakat tersebut. Cara-cara yang mungkin dilakukan untuk mencapai cita-cita tersebut juga mungkin akan sangat sederhana misalnya dengan membangun berbagai mailing list tempat berinteraksi / dialog, mengadakan acara-acara dialog / talkshow dengan media dialog melalui sarana telekomunikasi baik telepon, FAX, E-mail & IRC sehingga memungkinkan terjadi dialog langsung antara para pakar / wakil rakyat dengan orang banyak. Belum lagi dengan mulai maraknya warung-warung Internet untuk memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia untuk mengakses Internet. Umumnya biaya yang dibebankan adalah sekitar Rp. 5000-10.000 per jam, tentunya biaya ini bisa lebih ditekan lagi jika biaya telekomunikasi yang dibutuhkan dapat ditekan lebih rendah lagi. Berbagai kiat untuk menekan biaya telekomunikasi ini telah dilakukan oleh banyak pihak beberapa teknologi mulai dari teknologi Proxy, radio network dikembangkan. Saat ini beberapa penelitian / ujicoba sedang mulai dilakukan oleh rekan-rekan yang bernaung di Yayasan Litbang Telekomunikasi Indonesia (YLTI) di bawah pimpinan Pak J.L.Parapak penelitian yang dilakukan bekerjasama dengan beberapa Telkom DIVRE mudah-mudahan dapat nanti menghasilkan beberapa hasil mulai dari bisnis plan hingga teknologi yang dibutuhkan sehingga bukan mustahil nantinya memungkinkan WARTEL-WARTEL yang marak dapat pula memberikan akses Internet menjadi WARNET dengan biaya yang relatif murah. Salah satu yang menarik adalah jika kita dapat menghilangkan monopoli Indosat & Satelindo sehingga membuka peluang bagi masyarakat Internet Indonesia untuk berinteraksi global tanpa perlu melalui gateway yang dimonopoly misalnya. Sebetulnya harga sarana komunikasi intenasional dapat menjadi jatuh jika hal ini dilakukan bahkan mungkin mencapai harga dibawah 50% harga yang ada sekarang, hal ini akan menjadi tantangan Indosat & Satelindo secara langsung akan tetapi banyak bangsa Indonesia yang mungkin akan diuntungkan dengan rendahnya biaya telekomunikasi Internasional bahkan bukan mustahil akan mempermudah bagi bangsa Indonesia untuk menambah cadangan devisanya. Apakah ini impian? sebetulnya ini bukanlah impian, sebagai contoh jaringan satelit Teledesic yang jumlahnya 20+ satelit merupakan sebuah jaringan kecepatan Gbps yang berada di angkasa yang akan operasional di tahun 2000 mendatang. Stasiun bumi untuk akses teledesic ini pada kecepatan minimal 2Mbps berharga dibawah US$10.000 dengan biaya akses yang relatif murah. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi sebagian besar bisnis ISP di Indonesia karena harga akses Internet saat ini demikian mahal sehingga menyulitkan pihak penyelenggara maupun pengguna. Saya yakin bahwa dengan adanya usaha untuk membangun pranata-pranata infrastruktur & masyarakat informasi yang ada. Maka bukan mustahil akses informasi yang relatif murah dapat menjadi kenyataan sehingga akan mempercepat proses demokratisasi maupun pemandaian bangsa Indonesia sehingga hidup kita di Nusantara ini lebih ceria.